Ramadhan memang memiliki daya tarik tersendiri, tidak saja
bagi orang beriman, tetapi juga anak-anak yang menuju baligh. Hal ini tidak
lain karena kemuliaan dan keagungannya
sungguh sangat luar biasa.
Maka, sungguh mengherankan bila orang mengerti hakikat
Ramadhan kemudian merasa biasa-biasa saja. Padahal, Ramadhan 1439 H tinggal dua
pekan atau bahkan lebih dekat lagi.
Dalam sejarah kita akan temukan bahwa para ulama terdahulu
saling mengingatkan bila Ramadhan akan tiba. Selanjutnya mereka mempersiapkan
diri untuk memperbanyak amal sholeh.
Riwayat menyebutkan bahwa Imam Mu’la bin Fadhal pernah
berkata, “Mereka (ulama terdahulu, salafus sholeh) berdoa selama enam bulan
agar disampaikan kepada Ramadhan.”
Fakta tersebut menunjukkan bahwa Ramadhan tidak bisa
disikapi, melainkan dengan kesungguhan, totalitas, dan komitmen tinggi untuk
meraih ketaqwaan.
Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menerangkan, “Nilai puasa
Ramadhan adalah seperempat keimanan.” Hal itu beliau sandarkan dari hadtis
Nabi, “Puasa adalah setengah dari kesabaran.” (HR. Tirmidzi).
Kemudian, Al-Ghazali mengutip hadits qudsi, “Setiap
perbuatan baik yang dilakukan manusia akan mendapatkan pahala sepuluh hingga
tujuh ratus kalilipat, kecuali puasa. Sebab, sesungguhnya puasa itu hanya
bagi-Ku, dan Aku-lah yang akan menentukan balasannya.”
Jadi, sangat pantas jika setiap insan beriman memantaskan
diri menyambut Ramadhan.
Terlebih puasa di dalam sabda Rasulullah termasuk dari pilar
tegaknya agama.
Islam dibangun di atas lima perkara, 1) Syahadat, 2) sholat,
3) zakat, 4) haji, 5) puasa Ramadhan, demikian dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari.
Ramadhan dalam bahasa Buya Hamka pada bukunya “Dari Lembah
Cita-Cita menyatakan bahwa puasa adalah media pemerdeka jiwa atas kekangan hawa
nafsu.
Buya Hamka menjelaskan, “Kita telah terbiasa makan di siang
hari. Payah melepaskan, membiasakan, memerdekakan diri dari kebiasaan itu.
Payah menghentikan merokok, payah makan di luar waktu yang telah ditentukan,
sampai timbul pepatah terkenal, ‘Manusia budak dari kebiasaannya.’ Oleh karena
itu, puasa adalah alat yang utama untuk memerdekakan jiwa dari kebiasaannya
setiap hari, yang kelak menjadi tangga untuk melawan kebiasaan-kebiasaan yang
besar sehingga terbuktilah pepatah yang asyhur, ‘Bukan untuk makan saja kita
hidup.”
Penjelasan Hamka boleh jadi merupakan penjelasan dari hadits
Nabi, “Sesungguhnya setan itu masuk ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran
darahnya. Oleh karenanya, sempitkanlah jalan setan itu dengan cara berpuasa.”
(HR. Bukhari Muslim).
Dengan demikian, penting bagi setiap insan memahami Ramadhan
dengan sebaik-baiknya kemudian diikuti dengan langkah-langkah persiapan yang
dimana pada saat Ramadhan amalan itu bisa semakin digalakkan. Karena Ramadhan
juga dikenal dengan nama Syahrul Ibadah (bulan ibadah).
Baca juga : Amalan-Amalan Sunnah di Hari Jum’at
Kita bisa bayangkan, begitu hebatnya kemuliaan yang Allah
sediakan bagi orang yang berpuasa lagi beribadah, pahala umroh di bulan
Ramadhan sebanding dengan pahala ibadah haji. Di sini kita penting benar-benar
menyiapkan diri dengan beragam amalan sholeh di dalam Ramadhan.
Bagi kaum hawa, jika masih ada hutang puasa Ramadhan tahun
sebelumnya, maka bersegeralah membayarnya.
Dari Abu Salamah berkata, Aku mendengar Aisyah radhiyallahu
anha berkata, “Aku berhutang puasa Ramadhan dan aku tidak bisa mengqadha’nya
kecuali pada Bulan Sya’ban.”
Yahya berkata, “Karena dia sibuk dengan (mengurus) Nabi atau
sibuk karena senantiasa bersama (mengiringi kesibukan) Nabi shallallahu alayhi
wasallam.” (HR. Bukhari).
Nah, ini kesempatan bagus bagi para suami agar mendorong
istrinya segera membayar puasa. Terlebih, pada Bulan Sya’ban Rasulullah banak
mengerjakan puasa sunnah.
Rasulullah shallallahu alayhi wasallam biasa berpuasa,
sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami
katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat
Rasulullah berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan.
Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa
di Bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari Muslim).
Meski demikian penting dicatat, tidak dibolehkan berpuasa
sehari atau dua hari sebelum masuk Ramadhan. Kita dilarang berpuasa pada akhir
Bulan Sya’ban.
“Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum
Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa, maka bolehlah ia
berpuasa.” (HR. Muslim).
Sekarang baru masuk pertengahan, maka bersegeralah melakukan
puasa sunnah sebagai wujud kesiapan sekaligus kebahagiaan menyambut Ramadhan.
Selanjutnya memperbanyak membaca Al-Qur’an. Hal ini sangat
penting terutama bagi mereka yang memiliki kesibukan luar biasa di siang hari,
pulang larut malam dari bekerja. Sebab, sangat sayang jika diri berpuasa,
tetapi interaksi dengan Al-Qur’an rendah.
Jika memang ada kesanggupan menjalankan tanggungjawab
lahiriah keluarga dengan baik selama Ramadhan tanpa bekerja, maka memfokuskan
diri beribadah bukanlah hal yang buruk.
Amru bin Qois Al-Malai apabila memasuki Bulan Sya’ban beliau
menutup tokonya, lalu memfokuskan diri untuk membaca Al-Qur’an. Sekalipun
langkah seperti ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh kebanyakan kaum Muslimin.
Ini hanya bagi yang mampu dan memang menyiapkan diri.
Terakhir, perkuatlah keimanan kepada Allah. Karena Ramadhan
mesti menjadikan diri kita semakin beriman dan bertaqwa kepada-Nya.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan
karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti
diampuni.” (HR. Bukhari Muslim).
Jadi, mari persipakan diri dari sekarang untuk menyambut
Ramadhan. Mulailah latihan beribadah, seperti puasa, membaca Al-Qur’an, dan
segala macam amalan yang dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
Ta’ala. Jadilah Muslim yang siap dan bahagia menyambut Ramadhan.
Semoga Allah berikan kemampuan untuk kita semua menyiapkan
diri dan mengisi Ramadhan 1439 H dengan sebaik-baiknya. Aamiin.
SUMBER : HIDAYATULLAH