Cerita ini adalah kisah nyata hidupku yang tega mengkhianati saudara sendiri. Pengalaman cinta bersama kakak ipar membuatku lupa bahwa dia adalah suami kakakku yang telah membiayai diriku sampai dewasa.
Kini yang tersisa adalah penyesalan meskipun godaan dari kak Dody selalu membuat imanku goyah.
Aku menemukan situs ceritacurhat.com secara tidak sengaja ketika sedang mencari-cari informasi lowongan pekerjaan.
Kupikir ini adalah situs biasa saja ternyata setelah kubaca enak juga, isinya curhatan semua. Dan akupun berpikir untuk menulis sedikit kegundahan hatiku disini.
Aku tahu, masalahku bermula dari kondisi ekonomiku yang sangat pas-pasan yang membuatku numpang tinggal di rumah kak Dewi untuk menghemat pengeluaran.
Dan tanpa aku sadari, keputusanku ini adalah awal cerita dari rentetan kisah hidupku yang begitu kubenci tapi tak bisa kutinggalkan.
Ceritaku bermula ketika aku memutuskan tinggal di rumah kak Dewi yang berada di tengah kota. Sejak melahirkan bayinya yang pertama, kak Dewi kewalahan mengatur waktunya antara suami, anak, rumah dan pekerjaannya di kantor.
Numpang Tinggal di Rumah Kakak Ipar
Aku yang saat itu masih berstatus sarjana muda sama sekali tidak berpikir dewasa, aku sama sekali tidak berniat mencari pekerjaan.
Waktu itu aku berpikir mencari uang adalah kewajiban suami dan tugas istri adalah menjaga rumah dan mendidik anak. Keinginanku untuk ikut kak Dewi diterima baik olehnya dan kak Dody, suaminya. Hitung-hitung aku mengisi waktu daripada di rumah saja tidak ada kegiatan.
Aku pikir aku sudah dewasa jadi bisa menentukan hidupku sendiri, lagian tentu menyenangkan bisa bermain-main dengan kemenakan yang lagi lucu-lucunya.
Teman-temanku menyebutku cantik dan mudah bergaul, itulah mungkin yang membuatku cepat akrab dengan orang disekitar, kemenakan dan suami kakakku juga akrab denganku.
Aku tidak terburu-buru ingin menikah sebab selama ini pria-pria yang kukenal selalu minta yang aneh-aneh.
Aku wanita normal dan sudah dewasa, tentu saja memiliki kebutuhan bilogis tapi aku tidak pernah memiliki niat melakukannya dengan pria yang bukan suamiku. Meski banyak teman yang bercerita tentang aktifitas percintaan mereka tapi tidak membuatku tertarik melakukannya.
Aku senang di rumah Kak Dewi, suaminya juga tidak membatasi gerakku, bahkan kak Dody sering memberiku uang untuk keperluan pribadiku, aku jadi tambah semangat di rumah mereka.
Di rumah kak Dewi semua fasilitas lengkap dan bisa kugunakan, bahkan aku diajar mengendarai mobil oleh kak Dody, katanya supaya aku bisa ke supermarket untuk belanja sendiri.
Jika kak Dewi dan suaminya ke kantor, akulah yang menguasai rumah, aku bisa nonton dvd atau makan sepuasnya, yang penting aku bisa menjaga kemenakanku dan kebersihan rumah.
Pekerjaanku bisa dikatakan mudah sebab aku sudah terbiasa di rumahku yang dulu, sejak kecil sampai dewasa aku memang dididik untuk disiplin bekerja.
Menjaga anak kecil usia dua tahun paling cuma menyiapkan susu dan makanan, atau kalau menangis cukup digendong atau di ayun. Yang paling berat adalah menyiapkan makanan untuk kak Dewi dan suaminya.
Aku tahu mereka pasti lapar sepulang kerja, jadi sebisa mungkin segala tetek bengek makanan sudah harus selesai sejak maghrib.
Aku juga diberi uang bulanan yang cukup, bukan hanya oleh kak Dewi tapi juga kak Dody, mereka memang pasangan yang sangat baik. Jumlahnya lumayan untuk beli baju dan kosmetik.
Mereka bahkan bilang kalau aku boleh tetap tinggal di rumah mereka meskipun nanti aku sudah menikah. Rumah kak Dewi memang sangat luas dan sangat bisa ditinggali oleh dua keluarga.
Kamarnya saja ada tujuh buah, ditambah ruang tamu dan keluarga yang lumayan besar membuat rumah terasa sepi jika hanya mereka yang tinggali.
Ketika Bencana itu Tiba
Bencana menimpaku saat aku memasuki bulan ke sepuluh di rumah kak Dewi. Saat itu suami kak Dewi kecelakaan, pembaca yang di Jakarta pasti tahu kecelakaan yang dialami kak Dody karena beritanya sangat luas waktu itu.
Luka kak Dody termasuk parah karena kakinya patah sehingga dia harus istirahat total di rumah selama tiga bulan. Karena kak Dewi bekerja, maka akulah yang melayani kak Dody di siang hari.
Semua kebutuhan kak Dody aku siapkan mulai dari makan, minum sampai mengantarnya ke toilet untuk buang air kecil. Kak Dewi memang wanita karir, ia baru tiba di rumah setelah malam tiba, bahkan terkadang sampai pagi.
Dari keseringan menemani kak Dody aku merasa ada yang aneh, diam-diam kak Dody selalu memperhatikanku dengan seksama, caranya memandang tidak seperti biasanya, aku bahkan tahu dia sedang menatap bokongku jika aku membelakanginya.
Aku sadari itu tapi aku berusaha menyembunyikannya dan bertindak biasa saja. Lama kelamaan kak Dody semakin berani, secara sengaja dia sering memegang tanganku atau bahkan merayuku.
Aku hanya diam dan berusaha menghindar, aku selalu ingat kak Dewi dan kupikir itu cuma gurauan kak Dody semata.
Hingga suatu siang, ketika aku terlelap di kamarku, aku merasa ada beban yang sangat berat menindih tubuhku.
Aku kaget dan berusaha melepaskan diri, tapi semakin aku bergerak semakin sulit aku bergerak, bahkan pakaianku bagian bawah sudah lepas tanpa aku sadari. Tidak kuasa aku melawan dan akhirnya mas Dody….
Itulah awal petualangan seru yang kualami bersama mas Dody, kakak iparku sendiri. Hubungan terlarang itu masih sering kujalani bersamanya sampai sekarang, tidak ada lagi keinginan berontak seperti dulu, aku lupa kalau kak Dody adalah kakak iparku.
Kami melakukan hubungan dewasa itu seperti tak ada batasnya. Jika mengingat kak Dewi aku menangis dan meraung, aku merasa berdosa.
Aku menangis setiap malam, memohon ampun dan memohon diberi kekuatan untuk bisa melepaskan diri dari kak Dody.
Sekarang aku berusaha sekuat tenaga menghindari kakak iparku, meskipun godaan darinya sangat kuat, aku harus bisa meninggalkan kak Dody demi kebahagiaan kakakku.
Kode 300 x 250
Kini yang tersisa adalah penyesalan meskipun godaan dari kak Dody selalu membuat imanku goyah.
Aku menemukan situs ceritacurhat.com secara tidak sengaja ketika sedang mencari-cari informasi lowongan pekerjaan.
Kupikir ini adalah situs biasa saja ternyata setelah kubaca enak juga, isinya curhatan semua. Dan akupun berpikir untuk menulis sedikit kegundahan hatiku disini.
Aku tahu, masalahku bermula dari kondisi ekonomiku yang sangat pas-pasan yang membuatku numpang tinggal di rumah kak Dewi untuk menghemat pengeluaran.
Dan tanpa aku sadari, keputusanku ini adalah awal cerita dari rentetan kisah hidupku yang begitu kubenci tapi tak bisa kutinggalkan.
Ceritaku bermula ketika aku memutuskan tinggal di rumah kak Dewi yang berada di tengah kota. Sejak melahirkan bayinya yang pertama, kak Dewi kewalahan mengatur waktunya antara suami, anak, rumah dan pekerjaannya di kantor.
Numpang Tinggal di Rumah Kakak Ipar
Aku yang saat itu masih berstatus sarjana muda sama sekali tidak berpikir dewasa, aku sama sekali tidak berniat mencari pekerjaan.
Waktu itu aku berpikir mencari uang adalah kewajiban suami dan tugas istri adalah menjaga rumah dan mendidik anak. Keinginanku untuk ikut kak Dewi diterima baik olehnya dan kak Dody, suaminya. Hitung-hitung aku mengisi waktu daripada di rumah saja tidak ada kegiatan.
Aku pikir aku sudah dewasa jadi bisa menentukan hidupku sendiri, lagian tentu menyenangkan bisa bermain-main dengan kemenakan yang lagi lucu-lucunya.
Teman-temanku menyebutku cantik dan mudah bergaul, itulah mungkin yang membuatku cepat akrab dengan orang disekitar, kemenakan dan suami kakakku juga akrab denganku.
Aku tidak terburu-buru ingin menikah sebab selama ini pria-pria yang kukenal selalu minta yang aneh-aneh.
Aku wanita normal dan sudah dewasa, tentu saja memiliki kebutuhan bilogis tapi aku tidak pernah memiliki niat melakukannya dengan pria yang bukan suamiku. Meski banyak teman yang bercerita tentang aktifitas percintaan mereka tapi tidak membuatku tertarik melakukannya.
Aku senang di rumah Kak Dewi, suaminya juga tidak membatasi gerakku, bahkan kak Dody sering memberiku uang untuk keperluan pribadiku, aku jadi tambah semangat di rumah mereka.
Di rumah kak Dewi semua fasilitas lengkap dan bisa kugunakan, bahkan aku diajar mengendarai mobil oleh kak Dody, katanya supaya aku bisa ke supermarket untuk belanja sendiri.
Jika kak Dewi dan suaminya ke kantor, akulah yang menguasai rumah, aku bisa nonton dvd atau makan sepuasnya, yang penting aku bisa menjaga kemenakanku dan kebersihan rumah.
Pekerjaanku bisa dikatakan mudah sebab aku sudah terbiasa di rumahku yang dulu, sejak kecil sampai dewasa aku memang dididik untuk disiplin bekerja.
Menjaga anak kecil usia dua tahun paling cuma menyiapkan susu dan makanan, atau kalau menangis cukup digendong atau di ayun. Yang paling berat adalah menyiapkan makanan untuk kak Dewi dan suaminya.
Aku tahu mereka pasti lapar sepulang kerja, jadi sebisa mungkin segala tetek bengek makanan sudah harus selesai sejak maghrib.
Aku juga diberi uang bulanan yang cukup, bukan hanya oleh kak Dewi tapi juga kak Dody, mereka memang pasangan yang sangat baik. Jumlahnya lumayan untuk beli baju dan kosmetik.
Mereka bahkan bilang kalau aku boleh tetap tinggal di rumah mereka meskipun nanti aku sudah menikah. Rumah kak Dewi memang sangat luas dan sangat bisa ditinggali oleh dua keluarga.
Kamarnya saja ada tujuh buah, ditambah ruang tamu dan keluarga yang lumayan besar membuat rumah terasa sepi jika hanya mereka yang tinggali.
Ketika Bencana itu Tiba
Bencana menimpaku saat aku memasuki bulan ke sepuluh di rumah kak Dewi. Saat itu suami kak Dewi kecelakaan, pembaca yang di Jakarta pasti tahu kecelakaan yang dialami kak Dody karena beritanya sangat luas waktu itu.
Luka kak Dody termasuk parah karena kakinya patah sehingga dia harus istirahat total di rumah selama tiga bulan. Karena kak Dewi bekerja, maka akulah yang melayani kak Dody di siang hari.
Semua kebutuhan kak Dody aku siapkan mulai dari makan, minum sampai mengantarnya ke toilet untuk buang air kecil. Kak Dewi memang wanita karir, ia baru tiba di rumah setelah malam tiba, bahkan terkadang sampai pagi.
Dari keseringan menemani kak Dody aku merasa ada yang aneh, diam-diam kak Dody selalu memperhatikanku dengan seksama, caranya memandang tidak seperti biasanya, aku bahkan tahu dia sedang menatap bokongku jika aku membelakanginya.
Aku sadari itu tapi aku berusaha menyembunyikannya dan bertindak biasa saja. Lama kelamaan kak Dody semakin berani, secara sengaja dia sering memegang tanganku atau bahkan merayuku.
Aku hanya diam dan berusaha menghindar, aku selalu ingat kak Dewi dan kupikir itu cuma gurauan kak Dody semata.
Hingga suatu siang, ketika aku terlelap di kamarku, aku merasa ada beban yang sangat berat menindih tubuhku.
Aku kaget dan berusaha melepaskan diri, tapi semakin aku bergerak semakin sulit aku bergerak, bahkan pakaianku bagian bawah sudah lepas tanpa aku sadari. Tidak kuasa aku melawan dan akhirnya mas Dody….
Itulah awal petualangan seru yang kualami bersama mas Dody, kakak iparku sendiri. Hubungan terlarang itu masih sering kujalani bersamanya sampai sekarang, tidak ada lagi keinginan berontak seperti dulu, aku lupa kalau kak Dody adalah kakak iparku.
Kami melakukan hubungan dewasa itu seperti tak ada batasnya. Jika mengingat kak Dewi aku menangis dan meraung, aku merasa berdosa.
Aku menangis setiap malam, memohon ampun dan memohon diberi kekuatan untuk bisa melepaskan diri dari kak Dody.
Sekarang aku berusaha sekuat tenaga menghindari kakak iparku, meskipun godaan darinya sangat kuat, aku harus bisa meninggalkan kak Dody demi kebahagiaan kakakku.