Cerita cinta yang kualami sangat menyedihkan. Setelah ayah meninggal, aku putus sekolah, dan akhirnya bekerja di pabrik sebagai buruh dengan gaji rendah. Kemudian aku jatuh cinta dengan bos sendiri yang beda agama. Sekarang aku tinggal di kota lain jauh dari keluarga, tinggal dengan pria yang bukan suamiku tapi melahirkan anaknya.
Ceritaku dimulai dengan Ayah yang sakit keras dan butuh biaya besar untuk operasi jadilah aku putus sekolah. Akhirnya aku pun mencari pekerjaan karena tidak mungkin bagiku membebani orang tua untuk makan dan keperluanku sendiri.
Awalnya aku bekerja di pabrik dengan gaji yang sangat rendah dan tentu saja tidak mencukup kebutuhanku. Tapi karena tidak punya ijazah dan daripada menyusahkan orang tua di rumah aku tetap kerja disana dan berharap ada orang yang nawarin lowongan kerja yang lebih bagus.
Tidak lama bekerja di pabrik itu Ayah meninggal, sedih sekali rasanya tapi itu sudah kehendak yang Maha Kuasa. Beruntung tidak lama setelah itu, seorang tetangga yang menaruh kasihan ke kami menawarkan pekerjaan di pabrik juga tapi dengan gaji yang lebih besar.
Menjalin Cinta dengan Bos
Akhirnya aku pindah kerja, bos ku yang baru seorang keturunan Tionghoa dan tempat kerjanya tidak begitu jauh dari rumahku. Jadi setiap hari aku jalan kaki pulang pergi ke tempat kerjaku itu.
Selang beberapa bulan kerja disana, bos ku yang duda beranak dua itu menelpin ke hp ku yang jelas buat aku bingung, jadi tidak kuhiraukan. Tapi tiba-tiba sms nya masuk dan menelepon lagi, jadi aku respon dengan sopan, tidak ada dalam pikiranku untuk mendekati bos ku, apalagi umur kami terpaut jauh.
Selain bosku lebih pantas jadi ayahku, kami juga beda agama, jadi dia sama sekali bukan tipe pria yang kucita-citakan akan menjadi pendampingku kelak. Masalahnya adalah, bosku semarin sering telpon dan sms ke nomorku, aku yang tadinya biasa saja akhirnya lambat laun timbul perasaan senang karena diperhatikan.
Bosku juga enak diajak ngobrol sehingga komunikasi kami selalu nyambung. Sampai suatu hari dia mengajak aku ketemuan di luar jam kerja. Aku mau saja karena kupikir bosku orangnya sopan dan tidak macam-macam. Dan akhirnya kami bertemu dan jalan bareng.
Sepanjang jalan aku merasa canggung dengan pandangan orang-orang karena perbedaan usia kami yang terlalu mencolok. Aku masih sangat belia dan bos ku sudah sangat dewasa dan dari suku Tionghoa lagi. Aku merasa seperti wanita tak benar yang jalan dengan oom-oom senang. Jadi selama di jalan aku merasa tak nyaman meski begitu obrolan kami tetap nyambung dan menyenangkan.
Dengan berjalannya waktu dan semakin seringnya kami jalan berdua, aku pun mulai menyayanginya. Dia sangat baik dan pengertian, ngobrolnya pun nyambung dengan aku yang masih sangat muda ini. Setiap sms dan telponan dengan dia aku merasa asik dan senang. Bahkan kalau dia tidak sms aku merasa hariku jadi sunyi dan akhirnya gelisah sendiri.
Terjebak Antara Cinta dan Nafsu
Suatu hari bosku mengajak aku jalan, waktu aku tanya kemana dia gak kasih tau dan bilang ikut saja. Agak aneh tapi aku sama sekali tidak curiga kepadanya. Jadi saat nyampe tujuan aku kaget ternyata dia membawa aku ke hotel. Aku bilang, “loh mau ngapain kita disini,” tapi dia diam saja, jadi aku bilang yuk pulang aja, aku gak mau disini. Dia cuma bilang, udah gak apa-apa. Aku minta diturunin tapi dianya gak berhenti karena bawa mobil, udah gitu aku juga gak tau ini daerah mana, takut sekali rasanya perasaanku.
Akhirnya aku ikut bosku masuk ke dalam kamar hotel. Aku diajak berhubungan intim dengan sedikit paksaan, aku bilang padanya aku harus dinikahin setelah ini. Dia jawab Iya dan berjanji akan menikahiku segera. Sebenarnya aku sudah melawan tapi tenagaku kalah dengan dia, jadi mau tidak mau aku hanya pasran dan menangis. Aku takut sekali, takut kepada Tuhan, takut ke keluargaku dan aku takut ini jadi aib jika dia tidak bertanggung jawab.
Sejak kejadian itu aku jadi lebih sering mengunci diri di dalam kamar dan juga sering menangis sendiri sampai-sampai nyalahin Tuhan kenapa nasibku begini. Kalau sedang ribut dengan dia, dia selalu ngancam gak mau tanggung jawab. Ah rasanya seperti mau mati saja, sudah putus sekolah, Ayah juga meninggal, sekarang harus menghadapi masalah seperti ini. Nasibku kok jelek begini, bagaimana nanti Ibuku kalau dia tau yang sebenarnya.
Sikap bosku kepadaku sebenarnya tidak berubah, dia tetap perhatian bahkan aku merasa dia jadi lebih sayang kepadaku, hanya saja setiap aku tagih untuk dinikahin dia selalu ada alasan untuk mengulur-ulur waktu.
Pernah dia bawa aku lagi ke tempat itu, kali ini dia mengancam aku tidak dinikahin jika tidak melayaninya. Aku pikir aku sudah terlanjur rusak karena dia jadi aku berikan juga yang dia mau. Di dalam hati aku juga takut dia lari dari tanggung jawab. Jadilah malam itu aku melayaninya dengan suka rela.
Sampai sekian lama, aku dan bos ku semakin sering melakukan hubungan suami istri tanpa status resmi, bahkan hubungan kami sudah seperti pengantin baru, rasanya manis banget dan romantis. Dia sangat perhatian sama aku dan juga romantis. Sayangnya dia tetap tidak bisa nepatin janjinya kaena satu alasan, beda agama.
Dia bilang kalau mau nikah dengan dia aku harus ikut agama dia. Ya jelas aku tidak mau, bagaimana pun aku akan tetap dalam agamaku ini. Padahal dulu dia pernah ngomong ke Ibu ku, bilang akan melamarku dan ikut agamaku. Dia pun sempat belajar buku-buku agamaku dan bahkan ikut puasa saat bulan puasa tiba, saat hari raya pun dia juga ke rumahku untuk merayakan.
Keluargaku tau kami pacaran tapi mereka tidak tau kalau aku sudah tidak perawan lagi. Sekarang, dia minta aku masuk agamanya, kalau tidak dia ngancam atau mungkin menakut-nakutin aku. Aku sering nasehatin dia, gimana rasanya kalau anak kamu yang diginiin orang, aku juga sering mengungkapkan beban yang kurasakan kepadanya, tapi dia diam saja.
Jika sedang ribut, dia selalu ngancam bahkan untuk urusan sepele pun dia akan ribut. Pernah terpikirkan olehku untuk mengakhiri hubungan ini, Ya sudahlah kalau dia tidak mau tanggung jawab, tidak apa-apa. Jika sudah begitu dia pasti sms dan telpon aku minta maaf.
Aku pun pernah mencoba berhenti berharap tapi aku gak bisa, aku sudah terlanjur sayang banget sama dia. Rasanya hati ini gelisah terus kalau tak menerima kabar atau tak bertemu dia. Begitu pun dia kepadaku, meski sedang marahan dia pasti akan menghubungi aku.
Pindah ke Luar Kota
Satu waktu, dia bilang mau buat usaha baru di luar kota karena usaha yang dijalaninya di kota kami sedang tidak bagus. Jadi aku bilang, “aku bagaimana?”. Dia bilang tetap berhubungan tapi jarak jauh, waktu itu aku sempat takut juga dia ga akan hubungi aku lagi atau pergi begitu saja tanpa kabar, tapi ternyata dia tetap hubungin aku dan selalu kasih kabar. Perhatiannya tidak berubah meskipun kami berjauhan.
Pernah aku tanya kenapa gak ninggalin aku karena disana dia bisa bebas, lagian dia juga sering ngancam aku gak mau tanggung jawab. Dia jawab, “aku bukan ngancam kamu tapi biar kami gak berani macam-macam di luar jadi aku sering ngancam kamu begitu. Karna kamu tetap baik dan bisa mengerti sifatku jadi yaa tetap aku pertahankan.”
Aku bilang kalau begitu kenapa gak dinikahin, dia bilang, bukan gak mau nikahin tapi terkendala di keluarga masing-masing. Dia bilang takut kalau keluarganya tidak bisa terima aku, begitu juga sebaliknya keluarganya akan sulit terima aku jika tidak pindah ke agamanya. Dia bilang, sekarang kita jalanin dulu apa adanya.
Setelah beberapa bulan tidak bertemu rasanya rindu menggebu-gebu. Karena sama-sama kangen dia menyuruh aku datang ke tempatnya di luar kota. Entah kenapa tanpa mikir panjang aku mau saja. Waktu itu di rumah aku juga merasa tertekan karena Ibu sering ngomelin aku. Jadi akhirnya aku putuskan berangkat ke tempatnya di luar kota.
Aku bilang ke Ibu dan keluarga dapat kerjaan di luar kota, tapi saat pergi aku langsung pergi saja tanpa pamit keluarga, karena mereka gak tau kapan aku perginya tau-tau akunya sudah gak ada di rumah. Aku takut mereka tidak mengijinkan aku pergi. Mungkin kepergianku lebih mirip kabur daripada ijin kerja di luar kota.
Bukan Istri Tapi Punya Anaknya
Akhirnya aku bertemu dengan bos ku di kota yang baru aku kenal. Berulang kali aku minta dinikahin tapi jawaban yang dia beri tetap saja sama, sampailah akhirnya aku hamil. Ya Allah gimana nasib anakku ini kelak? bagaimana pula tanggapan keluargaku kalau tau aku hamil di luar nikah. Mereka pasti kecewa banget.
Kadang aku merasa dia adalah suamiku tapi kami tjdak pernah menikah resmi. Ada rasa bersalah dan berdosa tapi kenapa cintaku dengannya begitu dalam hingga aku tak bisa melepasnya. Ya Allah bila dia memang jodohku kenapa jalan yang kulalui ini tidak benar.
Dia adalah laki-laki yang menyayangiku, sangat perhatian dan aku ingin dia menjadi suamiku tapi kami kok beda agama. Bila melepasnya aku takut tidak bisa mendapat laki-laki seperti dia yang bisa mengerti aku seperti dia. Hmm bimbang rasanya, gak tau harus bagaimana sekarang.
Aku bingung dengan statusku bahkan saat aku sudah melahirkan anak pertamaku. Bukan istri tapi punya anaknya. Pernah satu waktu aku pulang ke rumah membawa anakku. Waktu itu rasanya takut sekali melihat ekspresi keluargaku, apalagi ibuku sampai menangis sambil memelukku.
Aku hanya bilang, mama maafkan aku, aku gak apa-apa mama, jangan khawatirkan aku. Aku tak bisa ngomong banyak, aku tau saat itu akan tiba cepat atau lambat. Aku tau ibuku sedih sekali, dalam hati dia pasti hancur melihat keadaanku, apalagi saat pergi aku berbohong bilang dapat kerja di kota lain, betapa jahanya aku sebagai anak.
Ibu nanya siapa bapaknya, aku bicara sejujurnya dan bilang dia mau tanggung jawab dan kami sudah menikah siri. Ya aku berbohong lagi. Membohongi Ibuku. Aku tadinya tidak mau bohong tapi ibuku tidak mau aku melanjutkan hubungan dengan dia karena perbedaan agama. Tapi bagaimana dengan anakku yang tak punya bapak? serba salah jadinya.
Cinta Beda Agama
Akhirnya aku kembali ke kota itu, bertemu dengan ayah dari anakku ini. Sekarang fisikku sudah tidak sebagus sewaktu masih gadis, kulitku tidak mulus lagi, aku menjadi jelek. Tapi dia masih tetap sayang padaku, jika aku lepas dia apa ada laki-laki lain yang mau sama aku, apa bisa aku dapatkan laki-laki lain yang baik dan penyayang seperti dia.
Jika aku melepasnya, lalu dengan apa aku membiayai hidup anakku ini, keluargaku jelas tidak mampu karena aku bukan dari keluarga yang kaya. Jika kembali ke rumah bersama Ibu, bagaimana keluargaku menanggung malu yang kubawa ini?
Jadi aku putuskan hidup bersamanya meski kami tidak memiliki status yang sah. Dia mau bertanggung jawab kepadaku dan anakku, membiayai kebutuhan kami. Perhatian dan kasih sayangnya pun tidak berubah. Dan yang paling penting adalah kami saling mencintai.
Jika merunut hidupku yang dulu, tak pernah sedikit pun terpikir dan terbayang bakal begini hidup ku, mencintai laki-laki duda yang sudah punya anak, umur juga jauh dan beda agama. Apa memang sudah takdirku begini, kadang aku takut aku salah jalan dan menyesal di kemudian hari. Tapi aku bingung harus gimana menjalaninnya, aku hanya bisa berdoa dan mohon ampun dengan yang maha kuasa. Aku jalanin aja yang sekarang.
Dia juga ada beban, anak-anaknya tidak tinggal bersamanya tapi dirawat oleh Ibu dan adiknya, dia berbohong kepada keluarganya untuk menutupi aku, dia juga melarang keluarganya datang melihat usahanya. Ketemu anaknya pun hanya setahun sekali atau dua kali saat liburan lebaran atau imlek.
Bagaimana masa depan anakku nanti, aku tidak tau. Kuserahkan semuanya kepada Allah, Tuhanku yang Maha Mengatur urusan hambanya, aku hanya menjalani apa yang sudah ditakdirkan untukku. Semoga anakku menjadi anak yang baik dan berada di jalan yang benar. Semoga Tuhan meringankan beban yang kurasakan. Amiinn..
Mohon maaf ya apabila ada kata-kata yang salah dan kurang jelas.. semoga dapat dipahami. Terima kasih.
Kode 300 x 250
Ceritaku dimulai dengan Ayah yang sakit keras dan butuh biaya besar untuk operasi jadilah aku putus sekolah. Akhirnya aku pun mencari pekerjaan karena tidak mungkin bagiku membebani orang tua untuk makan dan keperluanku sendiri.
Awalnya aku bekerja di pabrik dengan gaji yang sangat rendah dan tentu saja tidak mencukup kebutuhanku. Tapi karena tidak punya ijazah dan daripada menyusahkan orang tua di rumah aku tetap kerja disana dan berharap ada orang yang nawarin lowongan kerja yang lebih bagus.
Tidak lama bekerja di pabrik itu Ayah meninggal, sedih sekali rasanya tapi itu sudah kehendak yang Maha Kuasa. Beruntung tidak lama setelah itu, seorang tetangga yang menaruh kasihan ke kami menawarkan pekerjaan di pabrik juga tapi dengan gaji yang lebih besar.
Menjalin Cinta dengan Bos
Akhirnya aku pindah kerja, bos ku yang baru seorang keturunan Tionghoa dan tempat kerjanya tidak begitu jauh dari rumahku. Jadi setiap hari aku jalan kaki pulang pergi ke tempat kerjaku itu.
Selang beberapa bulan kerja disana, bos ku yang duda beranak dua itu menelpin ke hp ku yang jelas buat aku bingung, jadi tidak kuhiraukan. Tapi tiba-tiba sms nya masuk dan menelepon lagi, jadi aku respon dengan sopan, tidak ada dalam pikiranku untuk mendekati bos ku, apalagi umur kami terpaut jauh.
Selain bosku lebih pantas jadi ayahku, kami juga beda agama, jadi dia sama sekali bukan tipe pria yang kucita-citakan akan menjadi pendampingku kelak. Masalahnya adalah, bosku semarin sering telpon dan sms ke nomorku, aku yang tadinya biasa saja akhirnya lambat laun timbul perasaan senang karena diperhatikan.
Bosku juga enak diajak ngobrol sehingga komunikasi kami selalu nyambung. Sampai suatu hari dia mengajak aku ketemuan di luar jam kerja. Aku mau saja karena kupikir bosku orangnya sopan dan tidak macam-macam. Dan akhirnya kami bertemu dan jalan bareng.
Sepanjang jalan aku merasa canggung dengan pandangan orang-orang karena perbedaan usia kami yang terlalu mencolok. Aku masih sangat belia dan bos ku sudah sangat dewasa dan dari suku Tionghoa lagi. Aku merasa seperti wanita tak benar yang jalan dengan oom-oom senang. Jadi selama di jalan aku merasa tak nyaman meski begitu obrolan kami tetap nyambung dan menyenangkan.
Dengan berjalannya waktu dan semakin seringnya kami jalan berdua, aku pun mulai menyayanginya. Dia sangat baik dan pengertian, ngobrolnya pun nyambung dengan aku yang masih sangat muda ini. Setiap sms dan telponan dengan dia aku merasa asik dan senang. Bahkan kalau dia tidak sms aku merasa hariku jadi sunyi dan akhirnya gelisah sendiri.
Terjebak Antara Cinta dan Nafsu
Suatu hari bosku mengajak aku jalan, waktu aku tanya kemana dia gak kasih tau dan bilang ikut saja. Agak aneh tapi aku sama sekali tidak curiga kepadanya. Jadi saat nyampe tujuan aku kaget ternyata dia membawa aku ke hotel. Aku bilang, “loh mau ngapain kita disini,” tapi dia diam saja, jadi aku bilang yuk pulang aja, aku gak mau disini. Dia cuma bilang, udah gak apa-apa. Aku minta diturunin tapi dianya gak berhenti karena bawa mobil, udah gitu aku juga gak tau ini daerah mana, takut sekali rasanya perasaanku.
Akhirnya aku ikut bosku masuk ke dalam kamar hotel. Aku diajak berhubungan intim dengan sedikit paksaan, aku bilang padanya aku harus dinikahin setelah ini. Dia jawab Iya dan berjanji akan menikahiku segera. Sebenarnya aku sudah melawan tapi tenagaku kalah dengan dia, jadi mau tidak mau aku hanya pasran dan menangis. Aku takut sekali, takut kepada Tuhan, takut ke keluargaku dan aku takut ini jadi aib jika dia tidak bertanggung jawab.
Sejak kejadian itu aku jadi lebih sering mengunci diri di dalam kamar dan juga sering menangis sendiri sampai-sampai nyalahin Tuhan kenapa nasibku begini. Kalau sedang ribut dengan dia, dia selalu ngancam gak mau tanggung jawab. Ah rasanya seperti mau mati saja, sudah putus sekolah, Ayah juga meninggal, sekarang harus menghadapi masalah seperti ini. Nasibku kok jelek begini, bagaimana nanti Ibuku kalau dia tau yang sebenarnya.
Sikap bosku kepadaku sebenarnya tidak berubah, dia tetap perhatian bahkan aku merasa dia jadi lebih sayang kepadaku, hanya saja setiap aku tagih untuk dinikahin dia selalu ada alasan untuk mengulur-ulur waktu.
Pernah dia bawa aku lagi ke tempat itu, kali ini dia mengancam aku tidak dinikahin jika tidak melayaninya. Aku pikir aku sudah terlanjur rusak karena dia jadi aku berikan juga yang dia mau. Di dalam hati aku juga takut dia lari dari tanggung jawab. Jadilah malam itu aku melayaninya dengan suka rela.
Sampai sekian lama, aku dan bos ku semakin sering melakukan hubungan suami istri tanpa status resmi, bahkan hubungan kami sudah seperti pengantin baru, rasanya manis banget dan romantis. Dia sangat perhatian sama aku dan juga romantis. Sayangnya dia tetap tidak bisa nepatin janjinya kaena satu alasan, beda agama.
Dia bilang kalau mau nikah dengan dia aku harus ikut agama dia. Ya jelas aku tidak mau, bagaimana pun aku akan tetap dalam agamaku ini. Padahal dulu dia pernah ngomong ke Ibu ku, bilang akan melamarku dan ikut agamaku. Dia pun sempat belajar buku-buku agamaku dan bahkan ikut puasa saat bulan puasa tiba, saat hari raya pun dia juga ke rumahku untuk merayakan.
Keluargaku tau kami pacaran tapi mereka tidak tau kalau aku sudah tidak perawan lagi. Sekarang, dia minta aku masuk agamanya, kalau tidak dia ngancam atau mungkin menakut-nakutin aku. Aku sering nasehatin dia, gimana rasanya kalau anak kamu yang diginiin orang, aku juga sering mengungkapkan beban yang kurasakan kepadanya, tapi dia diam saja.
Jika sedang ribut, dia selalu ngancam bahkan untuk urusan sepele pun dia akan ribut. Pernah terpikirkan olehku untuk mengakhiri hubungan ini, Ya sudahlah kalau dia tidak mau tanggung jawab, tidak apa-apa. Jika sudah begitu dia pasti sms dan telpon aku minta maaf.
Aku pun pernah mencoba berhenti berharap tapi aku gak bisa, aku sudah terlanjur sayang banget sama dia. Rasanya hati ini gelisah terus kalau tak menerima kabar atau tak bertemu dia. Begitu pun dia kepadaku, meski sedang marahan dia pasti akan menghubungi aku.
Pindah ke Luar Kota
Satu waktu, dia bilang mau buat usaha baru di luar kota karena usaha yang dijalaninya di kota kami sedang tidak bagus. Jadi aku bilang, “aku bagaimana?”. Dia bilang tetap berhubungan tapi jarak jauh, waktu itu aku sempat takut juga dia ga akan hubungi aku lagi atau pergi begitu saja tanpa kabar, tapi ternyata dia tetap hubungin aku dan selalu kasih kabar. Perhatiannya tidak berubah meskipun kami berjauhan.
Pernah aku tanya kenapa gak ninggalin aku karena disana dia bisa bebas, lagian dia juga sering ngancam aku gak mau tanggung jawab. Dia jawab, “aku bukan ngancam kamu tapi biar kami gak berani macam-macam di luar jadi aku sering ngancam kamu begitu. Karna kamu tetap baik dan bisa mengerti sifatku jadi yaa tetap aku pertahankan.”
Aku bilang kalau begitu kenapa gak dinikahin, dia bilang, bukan gak mau nikahin tapi terkendala di keluarga masing-masing. Dia bilang takut kalau keluarganya tidak bisa terima aku, begitu juga sebaliknya keluarganya akan sulit terima aku jika tidak pindah ke agamanya. Dia bilang, sekarang kita jalanin dulu apa adanya.
Setelah beberapa bulan tidak bertemu rasanya rindu menggebu-gebu. Karena sama-sama kangen dia menyuruh aku datang ke tempatnya di luar kota. Entah kenapa tanpa mikir panjang aku mau saja. Waktu itu di rumah aku juga merasa tertekan karena Ibu sering ngomelin aku. Jadi akhirnya aku putuskan berangkat ke tempatnya di luar kota.
Aku bilang ke Ibu dan keluarga dapat kerjaan di luar kota, tapi saat pergi aku langsung pergi saja tanpa pamit keluarga, karena mereka gak tau kapan aku perginya tau-tau akunya sudah gak ada di rumah. Aku takut mereka tidak mengijinkan aku pergi. Mungkin kepergianku lebih mirip kabur daripada ijin kerja di luar kota.
Bukan Istri Tapi Punya Anaknya
Akhirnya aku bertemu dengan bos ku di kota yang baru aku kenal. Berulang kali aku minta dinikahin tapi jawaban yang dia beri tetap saja sama, sampailah akhirnya aku hamil. Ya Allah gimana nasib anakku ini kelak? bagaimana pula tanggapan keluargaku kalau tau aku hamil di luar nikah. Mereka pasti kecewa banget.
Kadang aku merasa dia adalah suamiku tapi kami tjdak pernah menikah resmi. Ada rasa bersalah dan berdosa tapi kenapa cintaku dengannya begitu dalam hingga aku tak bisa melepasnya. Ya Allah bila dia memang jodohku kenapa jalan yang kulalui ini tidak benar.
Dia adalah laki-laki yang menyayangiku, sangat perhatian dan aku ingin dia menjadi suamiku tapi kami kok beda agama. Bila melepasnya aku takut tidak bisa mendapat laki-laki seperti dia yang bisa mengerti aku seperti dia. Hmm bimbang rasanya, gak tau harus bagaimana sekarang.
Aku bingung dengan statusku bahkan saat aku sudah melahirkan anak pertamaku. Bukan istri tapi punya anaknya. Pernah satu waktu aku pulang ke rumah membawa anakku. Waktu itu rasanya takut sekali melihat ekspresi keluargaku, apalagi ibuku sampai menangis sambil memelukku.
Aku hanya bilang, mama maafkan aku, aku gak apa-apa mama, jangan khawatirkan aku. Aku tak bisa ngomong banyak, aku tau saat itu akan tiba cepat atau lambat. Aku tau ibuku sedih sekali, dalam hati dia pasti hancur melihat keadaanku, apalagi saat pergi aku berbohong bilang dapat kerja di kota lain, betapa jahanya aku sebagai anak.
Ibu nanya siapa bapaknya, aku bicara sejujurnya dan bilang dia mau tanggung jawab dan kami sudah menikah siri. Ya aku berbohong lagi. Membohongi Ibuku. Aku tadinya tidak mau bohong tapi ibuku tidak mau aku melanjutkan hubungan dengan dia karena perbedaan agama. Tapi bagaimana dengan anakku yang tak punya bapak? serba salah jadinya.
Cinta Beda Agama
Akhirnya aku kembali ke kota itu, bertemu dengan ayah dari anakku ini. Sekarang fisikku sudah tidak sebagus sewaktu masih gadis, kulitku tidak mulus lagi, aku menjadi jelek. Tapi dia masih tetap sayang padaku, jika aku lepas dia apa ada laki-laki lain yang mau sama aku, apa bisa aku dapatkan laki-laki lain yang baik dan penyayang seperti dia.
Jika aku melepasnya, lalu dengan apa aku membiayai hidup anakku ini, keluargaku jelas tidak mampu karena aku bukan dari keluarga yang kaya. Jika kembali ke rumah bersama Ibu, bagaimana keluargaku menanggung malu yang kubawa ini?
Jadi aku putuskan hidup bersamanya meski kami tidak memiliki status yang sah. Dia mau bertanggung jawab kepadaku dan anakku, membiayai kebutuhan kami. Perhatian dan kasih sayangnya pun tidak berubah. Dan yang paling penting adalah kami saling mencintai.
Jika merunut hidupku yang dulu, tak pernah sedikit pun terpikir dan terbayang bakal begini hidup ku, mencintai laki-laki duda yang sudah punya anak, umur juga jauh dan beda agama. Apa memang sudah takdirku begini, kadang aku takut aku salah jalan dan menyesal di kemudian hari. Tapi aku bingung harus gimana menjalaninnya, aku hanya bisa berdoa dan mohon ampun dengan yang maha kuasa. Aku jalanin aja yang sekarang.
Dia juga ada beban, anak-anaknya tidak tinggal bersamanya tapi dirawat oleh Ibu dan adiknya, dia berbohong kepada keluarganya untuk menutupi aku, dia juga melarang keluarganya datang melihat usahanya. Ketemu anaknya pun hanya setahun sekali atau dua kali saat liburan lebaran atau imlek.
Bagaimana masa depan anakku nanti, aku tidak tau. Kuserahkan semuanya kepada Allah, Tuhanku yang Maha Mengatur urusan hambanya, aku hanya menjalani apa yang sudah ditakdirkan untukku. Semoga anakku menjadi anak yang baik dan berada di jalan yang benar. Semoga Tuhan meringankan beban yang kurasakan. Amiinn..
Mohon maaf ya apabila ada kata-kata yang salah dan kurang jelas.. semoga dapat dipahami. Terima kasih.