Pada saat keluarnya Al-Mahdi adalah fase dimulainya
kehancuran ekonomi Barat yang bercorak kapitalis, di mana sistem ekonomi
ribawiyah merupakan salah satu pilar penting bagi tegaknya sistem ekonomi ini.
Dalam era globalisasi, sistem ekonomi ribawiyah di segenap
negara-negara dunia telah membentuk suatu jaringan yang saling bergantung
secara sempurna. Masyarakat dunia melakukan transaksi dengan bank-bank
ribawiyah; sistem perbankan ribawiyah di setiap negara melakukan transaksi
dengan bank sentral negara tersebut maupun dengan institusi-institusi ribawiyah
di luar negeri.
Bank sentral negara tersebut melakukan pinjam-meminjam
dengan institusi-institusi ribawiyah internasional, semacam Bank Dunia, Dana
Moneter Internasional, maupun pinjaman antar-negara secara ribawiyah.
Di antara bentuk saling ketergantungan yang sangat intensif
terlihat dari beroperasi bank-bank asing di suatu negara hingga ke sejumlah
provinsi di negara tersebut, baik berupa bank dengan seratus persen modal asing
maupun bank dalam bentuk usaha patungan dengan pengusaha lokal.
Di dalam keragaman bentuk saling ketergantungan ini terlihat
dari bank-bank suatu negara melakukan bisnis reksadana dengan portofolio berupa
saham, obligasi, dan berbagai mata dagangan lainnya dari negara-negara lainnya.
Misalnya, sebuah bank di Italia menjual surat berharga pemerintah Argentina,
sebuah bank di ibu kota provinsi di Indonesia menjual saham
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham New York, dan lain
sebagainya.
Tampak bahwa hal itu semakin menyempurnakan saling
ketergantungan dalam sistem ekonomi ribawiyah, sedang posisi Amerika dalam hal
ini adalah sebagai penggerak sistem perekonomian dunia. Praktis pertumbuhan
perekonomian dunia bergerak sesuai dengan kebijakan yang diambil Gubernur Bank
Sentral Amerika.
Maka, ketika gempa moneter raksasa benar-benar terjadi dan
meruntuhkan Amerika sebagai pilar penyangga jejaring sistem ekonomi
ribawiyah-spekulatif global, segenap bentuk kekayaan yang tersangkut pada
jejaring tersebut hingga ke pelosok bumi yang paling terpencil pun secara teknis
akan ikut hancur tersapu gelombang tsunami moneter dengan suatu kehancuran yang
sempurna! Hasil akhirnya adalah kemelaratan dan kehebohan luar biasa yang
menghampiri segenap negeri di dunia tanpa terkecuali.
Orang-orang yang paling beruntung ketika itu adalah mereka
yang terbebas dari sistem ekonomi ribawiyah-spekulatif, atau mereka yang tidak
memiliki apa-apa; tidak ada kegelisahan, tidak ada kesedihan.
Hubungan dengan kemunculan Al-Mahdi adalah bahwa fase
kehancuran ekonomi kapitalis ribawiyah ini akan mengawali kehancuran dunia
secara umum. Dapat kita bayangkan jika akhirnya masyarakat seluruh dunia harus
kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan pokok karena tidak beroperasinya
pabrik-pabrik yang memproduksi seluruh kebutuhan mereka (disebabkan runtuhnya
fondasi ekonomi mereka), maka jalan menuju kemiskinan dan kehancuran total
telah terbentang di depan mata.
Ketika pabrik-pabrik industri, mesin-mesin produksi,
teknologi transportasi, termasuk mal-mal dan pusat perbelanjaan yang harus
berhenti beroperasi karena berhentinya kuncuran kredit disebabkan kehancuran
pusat ekonomi dunia, maka secara otomatis akan berhenti pula roda perekonomian
rakyat.
Manusia tidak lagi mendapatkan apa yang menjadi kebutuhan
mereka. Sebab, mereka selama ini telah terkondisi untuk mengonsumsi sesuatu
yang bersifat instan, dan mereka harus kembali lagi ke cara-cara tradisional
dan manual untuk memenuhi kebutuhan mereka. Padahal lingkungan mereka sudah
tidak mendukung untuk tersedianya beragam kebutuhan itu.
Begitulah masa-masa sulit yang akan dihadapi oleh manusia
sebelum kemunculan Dajjal.
SUMBER : HIDAYATULLAH