Seorang istri ketika ia diajak suaminya kemudian menolak
tanpa alasan yang syar’i, maka ia akan dilaknat sampai pagi. Sebagai hadits
berikut ini:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ
إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا
الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang laki-laki mengajak
istrinya ke ranjang lantas istri tersebut enggan memenuhinya, maka malaikat
akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Menjawab pertanyaan mengapa tidak ada hadits yang
menyebutkan bagaimana konsekuensi suami yang menolak ajakan istrinya, perlu
diketahui bahwa dalam hadits ini terkandung dua konteks.
Pertama, bahwa seorang istri wajib taat kepada suaminya
selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan Islam. Termasuk jika suami
mengajak istrinya, sebenarnya istri harus mentaatinya. Kecuali jika istri sakit
atau kelelahan, maka suami harus mengerti keadaan istrinya. Dan dalam kondisi
tidak bisa memenuhi ajakan suaminya karena alasan syar’i tersebut, sang istri
tidak terkena laknat.
Jadi yang terkena laknat adalah dengan sengaja dan tanpa
alasan yang benar menolak ajakan suaminya yang seharusnya ia taati.
Kedua, dalam hadits ini dan hadits lainnya terkandung
isyarat bahwa hasrat pria dan wanita sifatnya berbeda. Laki-laki hasratnya
mudah tertarik dan umumnya sulit ‘menahan diri’. Sedangkan kemunculan hasrat
wanita tidak
semudah laki-laki.
Karenanya
ketika laki-laki merasakan hal itu, Rasulullah
menganjurkannya segera menemui istri dan mengajaknya.
إِذَا أَحَدُكُمْ أَعْجَبَتْهُ الْمَرْأَةُ فَوَقَعَتْ فِى قَلْبِهِ فَلْيَعْمِدْ
إِلَى امْرَأَتِهِ فَلْيُوَاقِعْهَا فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ
مَا فِى نَفْسِهِ
“Jika salah seorang di antara kalian
tertarik dengan seorang wanita hingga wanita itu masuk ke dalam hatinya,
hendaklah ia pulang kepada istrinya dan bergaullah dengannya. Karena hal itu
akan membentengi apa yang ada dalam jiwanya” (HR. Muslim)
Yang menjadi masalah, bagaimana jika istrinya tidak mau
tanpa alasan yang benar? Hadits tersebut mendapatkan legitimasinya.
Lalu bagaimana jika suami yang menolak istri, mengapa tidak
ada hadits seperti itu? Apakah ia tidak dilaknat, apakah ia tidak berdosa?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang
kewajiban suami:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا
إِذَا اكْتَسَيْتَ
“Engkau memberinya makan sebagaimana
engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian…” (HR.
Abu Daud; shahih)
Dengan berpedoman pada hadits tersebut, dapat diqiyashkan
bahwa suami wajib memenuhi keinginan istri sebagaimana ia juga mau keinginannya
dipenuhi. Jadi jika istri berdosa saat menolak ajakan suami karena faktor ia
tidak taat dan tidak memenuhi kewajibannya, suami yang tidak memenuhi keinginan
istri tanpa alasan juga berdosa karena tidak memenuhi kewajibannya untuk
memberikan nafkah biologis.
Wallahu a’lam