Serangan bom bunuh diri terjadi secara beruntun di Surabaya, Jawa Timur, selama dua hari berturut-turut. Pertama terjadi pada Minggu, 13 Mei, di tiga gereja yakni Gereja Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel Utara, Baratajaya, Gubeng, Gereja GKI Diponegoro dan GPPS Sawahan di Jalan Arjuno.
Peristiwa kedua terjadi pada keesokan harinya di pintu masuk Mapolrestabes Surabaya, yang berlokasi di Jalan Sikatan Nomor 1, Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Dari kedua aksi bom bunuh diri, ada tiga kesamaan. Berikut ketiga kesamaan kesamaan serangan bom bunuh diri yang terjadi di gereja dan Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur, berdasarkan rangkuman kami
1. Pelaku Satu Keluarga
Pelaku bom bunuh diri di tiga gereja sekaligus itu terdiri atas satu keluarga. Mereka adalah Dita Supriyanto (ayah), Puji Kuswati (ibu), serta keempat anaknya yaitu Yusuf Fadil (18), FH (16), FS (12) dan PR (9).
Kelima pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya juga merupakan satu keluarga. Kelimanya adalah Tri Murtiono (50), Tri Ernawati (43), serta ketiga anaknya yaitu MDAM (18), MDS (14), AAP yang berhasil selamat dari ledakan bom.
2. Melibatkan Anak Kecil
Saat melancarkan aksinya, para pasangan suami istri (pasutri) itu melibatkan anak-anaknya. Setidaknya ada empat anak yang diajak Dita dan Puji melakukan bom bunuh diri di gereja yakni FS (12), PR (9), Yusuf Fadil (18), dan FH (16).
Begitu dengan pelaku bom Polrestabes Surabaya, Tri Murtiono dan Tri Ernawati. Pasutri itu juga melibatkan ketiga anaknya yang masih berusia belasan tahun, yakni berinisial MDAM (18) dan MDS (14). Sementara anak ketiga pelaku yakni AAP (7), berhasil selamat.
3. Jaringan ISIS
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memastikan masing-masing pelaku bom bunuh diri baik yang di gereja maupun di Mapolrestabes Surabaya merupakan jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), kelompok pendukung teroris di Indonesia yang berafiliasi kepada ISIS.